Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN) menyatakan kaum muda memiliki tingkat kesulitan
mencari pekerjaan lima kali lebih besar daripada pekerja dewasa. "Itu
terjadi karena ketersediaan lapangan kerja untuk angkatan muda semakin
menurun," kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Wendi
Hartanto, dalam acara temu wartawan di kantornya Rabu, 11 April 2012.
Menurut
Wendi, kaum muda diperkirakan 4,6 kali lebih besar menjadi pengangguran
dibanding pekerja dewasa. Padahal dalam skala global angkanya hanya 2,8
kali lebih besar. Data tersebut ia kutip dari angka perkiraan
International Labor Organization.
Sedangkan data dari Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional mengungkapkan tingkat pengangguran
terbuka usia muda antara 15 hingga 29 tahun di Indonesia mencapai 19,9
persen. Sementara Srilangka 17,9 persen dan Filipina 16,2 persen. Data
tersebut, kata dia, membuat Indonesia menyandang gelar sebagai negara
dengan pengangguran usia muda tertinggi di Asia Pasifik.
Ia
mengatakan permasalahan tersebut akibat kualitas pekerjaan yang tersedia
untuk anak muda semakin menurun. "Apa lagi biasanya mereka pilih-pilih
pekerjaan. Karena tidak dapat, akhirnya menganggur," kata dia.
Permasalahan
lain adalah kaum muda yang bekerja selama ini terkonsentrasi pada
pekerjaan informal dan murah. Pekerjaan tersebut juga tanpa jaminan
sosial dan tanpa pesangon ketika diberhentikan dari pekerjaan.
Ia
khawatir jika pengangguran usia angkatan kerja tidak terserap pasar
kerja dengan baik akan berisiko menimbulkan kemiskinan massal. Terlebih
lagi jika pengangguran muda tersebut berasal dari mereka yang
berpendidikan SD dan SLTP.
"Jika dirata-rata, lama masa tempuh
pendidikan penduduk Indonesia baru 5,8 tahun," katanya. Ia mengatakan
masih banyak anak usia sekolah tidak sekolah. Mereka diminta bekerja
mencari uang oleh keluarganya. Akibatnya kualitas sumber daya manusianya
juga ikut rendah.
Kerugian ekonomi jangka pendek dari hal itu
menurutnya berupa rendahnya produktivitas, hilangnya waktu produktif,
biaya karyawan naik, dan kapasitas terpakai perusahaan rendah. Sementara
kerugian jangka panjang adalah mutu tenaga kerja yang rendah, TKI hanya
sebagai tenaga kasar, pertumbuhan ekonomi lamban, dan daya saing global
rendah.
Kerugian lain adalah terciptanya kemiskinan struktural
karena orang yang putus sekolah sulit mendapatkan pekerjaan yang dapat
meningkatkan kesejahteraannya. Jika orang tersebut memiliki anak, anak
mereka juga tidak dapat mengenyam pendidikan karena tidak ada biaya.
0 komentar:
Posting Komentar