skip to main |
skip to sidebar
Membaca Fakta Kependudukan Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir ini, rata-rata pertambahan penduduk
Indonesia tiap tahunnya mencapai 3,5 juta jiwa. Pertambahan ini dalam
dua tahun, sudah lebih besar dari seluruh jumlah penduduk negara
Singapura (tahun 2010 sekitar 5 juta jiwa). Setiap bulan, di Indonesia
rata-rata bertambah 291.000 jiwa, atau bertambah sekitar 9.700 jiwa
setiap harinya. Bila dihitung dalam satuan yang lebih kecil, maka di
Indonesia bertambah 404 jiwa setiap jam, atau sekitar 7 jiwa setiap
menitnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2010 kemarin melaporkan,
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa, dengan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 119.507.580 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 118.048.783 jiwa. Jumlah ini menjadikan Indonesia
adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat dunia, setelah
Cina (sekitar 1,3 milyar jiwa), India (sekitar 1,1 milyar jiwa), dan
Amerika Serikat (sekitar 310 juta jiwa). Jumlah penduduk seluruh dunia
saat ini mencapai 6,6 milyar jiwa, dimana negara dengan penduduk paling
sedikit adalah Montserrat, yang total penduduknya 5.118 jiwa saja.
Provinsi dengan jumlah penduduk laki-laki hampir sama dengan
perempuan adalah Aceh dan Sumatera Utara dengan rasio 100 yang artinya
jumlah laki-laki dan perempuan hampir sama. Provinsi dengan jumlah
laki-laki lebih banyak adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
Adapun provinsi dengan penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki
adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.
Rasio jumlah penduduk laki-laki dan perempuan terkecil terjadi di
provinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah laki-laki sebanyak 2.180.168
jiwa dan perempuannya sebanyak 2.316.687 jiwa. Adapun di Provinsi Papua
rasionya paling besar dengan jumlah laki-lakinya 1.510.285 jiwa
sedangkan perempuannya sebanyak 1.341.714 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk nasional pada 2010 tercatat sebesar 1,49
persen dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi Papua yaitu
5,45 persen dengan total jumlah penduduk mencapai 2.851.999 jiwa. Laju
pertumbuhan terendah terjadi di Jawa Tengah yaitu 0,37 persen dengan
jumlah penduduk sebanyak 32.380.687 jiwa.
Setengah lebih penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa (57,49
persen) yang tersebar di Provinsi Jawa Barat terbanyak (18,11 persen),
Jawa Timur (15,78 persen), dan Jawa Tengah (13,63 persen).
Mau Kita Apakan Penduduk Yang Besar Ini ?
Problem pertama yang langsung terbayang oleh kita adalah kualitas
sumber daya manusia Indonesia. Dalam tatanan internasional, kemampuan
bangsa Indonesia telah mengukir banyak prestasi yang membanggakan.
Temuan-temuan aplikatif teknologi DNA, temuan bibit padi unggul, temuan
vector medan laju percepatan gerakan lempeng tektonik, rancang bangun
pesawat remotely piloted vehicle, merupakan karya cipta anak bangsa yang
mengharumkan dan mengangkat derjat bangsa Indonesia.
Penghargaan-penghargaan Fellowship L’Oreal – Unesco for Women in Sicence pada International Exhibition of Invention New Technique and Product dapat meraih medali emas, di bidang fisika tingkat SMA memperoleh The First Step to Nobel Prize. Masih banyak deretan prestasi lainnya.
Namun di sisi yang lain, Human Development Report 2009 yang dibuat
United Nations Development Programme (UNDP), dari penelitian terhadap
182 negara, Indonesia masih menunjukkan capaian yang belum
menggembirakan. Peringkat Indonesia berada di urutan 111, kalah jauh
dari negara-negara tetangga seperti Singapura (urutan 23), Brunei
Darussalam (urutan 30), Malaysia (urutan 66), Thailand (urutan 87), dan
Philipina (urutan 105).
Kemajuan suatu negara dalam tata kehidupan global diukur dari
kualitas SDM negara tersebut. United Nations Development Programme
(UNDP) setelah melakukan penelitian di 182 negara mengklasifikasikan
negara ke dalam empat kelas, yaitu: negara sangat maju, negara
berkembang, dan negara terbelakang. Indikator yang digunakan dalam
mengklasifikasikan kemajuan negara tersebut adalah Human Development
Index (HDI) yang meliputi tiga dimensi pembangunan manusia:
Pertama, hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan angka
harapan hidup saat kelahiran. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan
angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua pertiga) dan
kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross enrollment ratio (bobot
sepertiga). Ketiga, standar kehidupan yang layak diukur dengan GDP per
kapita gross diomestic product / produk domestik bruto dalam paritas
kekuatan beli (purchasing power parity) dalam dolar AS.
Dengan menggunakan indikator tersebut, HDI menetapkan rangking
sebagai berikut. Urutan 1 sampai 38 termasuk negara sangat maju, dimana
urutan 1 adalah Norwegia dan urutan 38 adalah Malta. Urutan 39 sampai
dengan 83 termasuk negara maju, dimana urutan 39 adalah Bahrein dan
urutan 83 adalah Lebanon. Urutan 84 sampai 158 termasuk negara
berkembang, dimana urutan 84 adalah Armenia dan urutan 158 adalah
Nigeria. Urutan 159 sampai 182 termasuk negara terbelakang, dimana
urutan 159 adalah Togo dan urutan 182 adalah Nigeria. Indonesia berada
di urutan 111, masuk kategori negara berkembang.
Salah satu fakta mencengangkan lagi di Indonesia, berdasarkan data yang diterima kompas.com
dari Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian
Sosial RI, jumlah anak penyandang masalah kesejahteraan sosial (usia
0-18 tahun) di Indonesia per Desember 2009 mencapai 4.656.913 jiwa atau
hampir setara dengan jumlah penduduk negeri jiran, Singapura (data tahun
2009, penduduk Singapura berjumlah 4,75 juta jiwa).
Bertolak dari data di atas, maka dalam meningkatkan kualitas SDM
diperlukan kebijakan-kebijakan yang selaras dan terintegrasi di berbagai
bidang, baik moral, ideologi, sosial, pendidikan, kesehatan, budaya,
politik, ekonomi, untuk mengejar ketertinggalan serta mengangkat harkat
dan martabat bangsa. Sumber daya manusia adalah modal utama sebuah
bangsa dan negara, juga merupakan faktor dominan dan modal utama untuk
mendinamisasi bangsa dan negara dalam mencapai tujuannya. Peningkatan
kualitas SDM membawa implikasi terhadap peningkatan kinerja, makin
besarnya partisipasi masyarakat terhadap pembangunan, dan makin
bertumbuhnya keunggulan kompetitif.
Pada sebuah seminar yang diadakan oleh Pusat Penelitian Teknologi ITB
tahun 1992 di Bandung, seorang tenaga ahli dari Korea yang menjadi
konsultan IPTN, setelah bertugas di Indonesia dan mengamati keadaan di
Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia menghadapi tiga masalah besar
dalam pembangunan; masalah besar pertama adalah pendidikan, masalah
besar kedua adalah pendidikan, dan masalah besar ketiga adalah
pendidikan. Pernyataan tersebut sampai sekarang, 18 tahun sesudahnya,
sepertinya masih valid. Kini, membangun, mengembangkan dan memperbaiki pendidikan masih tetap menjadi tantangan besar yang dihadapi bangsa ini.
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang melimpah ruah kekayaan
alamnya. Namun harus disadari, bangsa Indonesia tidak bisa
menggantungkan harapan kepada kekayaan alam yang ada. Pada suatu hari
kandungan minyak bumi yang ada di Indonesia akan habis terkuras.
Demikian juga halnya dengan batubara, tembaga, mas, dan sumberdaya alam
lain yang sama sekali tidak terbarukan.
Pada saat itu, kalau kualitas manusia dan masyarakat Indonesia masih
seperti sekarang ini, dalam arti masih menggantungkan diri dari sumber
daya alam, masih jauh tertinggal dari bangsa lain dari tingkat
kecerdasan atau penguasaaan ilmu pengetahuan, masih puas dengan semangat
kerja yang rendah, maka sudah dapat dipastikan bangsa Indonesia akan
menjadi salah satu bangsa yang akan dipandang sebelah mata dalam
pergaulan internasional. Bahkan mungkin bisa lebih buruk lagi, bangsa
Indonesia akan menjadi salah satu beban besar bagi bangsa-bangsa lain
yang hanya bisa menghidupi rakyatnya kalau ada belas kasihan dari bangsa
lain.
Apabila pertumbuhan penduduk tetap berjalan seperti sekarang, 15
tahun dari sekarang penduduk Indonesia sudah akan mencapai lebih dari
300 juta orang. Pengalaman selama 35 tahun terakhir ini menunjukkan
bahwa Indonesia tidak memanfaatkan pendapatan yang berasal dari
sumberdaya alam dengan baik, khususnya pendapatan yang besar ini tidak
dipakai dengan cepat untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat,
khususnya memperbaiki tingkat kecerdasan masyarakat melalui pendidikan
dalam arti luas. Kecerdasan masyarakat inilah yang menjadi salah satu
sumber utama kesejahteraan masyarakat dalam ekonomi modern, dan
kecerdasan ini selalu bisa diperbaharui.
Tiga ratus juta rakyat yang tidak cerdas akan menjadi beban besar,
tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi masyarakat dunia. Namun 300
juta rakyat yang cerdas akan menjadi sumber kesejahteraan. Jadi, inilah
tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia, mengubah beban menjadi
sumber kekayaan, membangun masyarakat Indonesia yang siap mengahadapi
keadaan yang paling buruk karena sudah habisnya sumberdaya alam.
Waktu yang tersedia sebenarnya tidak banyak. Dalam 25 tahun cadangan
minyak bumi Indonesia sudah akan menyusut drastis (untuk tidak
mengatakan habis). Kalau Indonesia masih memperlakukan dunia pendidikan
seperti di masa lalu untuk 25 tahun yang akan datang, maka Indonesia
hanya akan menjadi bangsa kuli rendahan, dan kesempatan untuk menjadi
bangsa yang terpandang di dunia nampaknya akan tertutup.
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi
antar komponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder
yang terlibat. UNESCO merumuskan enam pilar pendidikan yang merupakan
dasar-dasar dalam dunia pembelajaran, yaitu:
a. Learning to Know
Yaitu belajar untuk mengetahui dan menjadi memiliki informasi tentang
berbagai hal yang bermanfaat, termasuk memahami makna di balik materi
pembelajaran yang diterima.
b. Learning to Do
Yaitu belajar untuk melakukan sesuatu, bukan semata berteori atau
retorika. Peserta didik dikembangkan kemampuan aktualisasi potensinya
dalam bentuk perbuatan nyata.
c. Learning to Be
Peserta didik diajak belajar menemukan dan memperkuat jati dirinya,
tidak mudah hanyut terbawa arus negatif globalisasi. Problem sebagian
masyarakat modern adalah kehilangan jati diri, sehingga menjadi korban
invasi pemikiran dan budaya asing yang negatif.
d. Learning to Live Together
Peserta didik diajak hidup bersama orang lain, dalam komunitas, dalam
masyarakat, dalam suatu kesetiakawanan sosial. Mengajarkan bahwa
manusia tidak bisa hidup sendirian, selalu memerlukan orang lain.
e. Learning How to Learn
Masyarakat yang diharapkan muncul adalah learning society atau
knowledge society, sehingga peserta didik diajak mengetahui bagaimana
terus menjadi pembelajar, tidak hanya di bangku sekolah dan kuliah.
0 komentar:
Posting Komentar