Rabu, 03 Juli 2013

Membaca Fakta Kependudukan Indonesia


Dalam beberapa tahun terakhir ini, rata-rata pertambahan penduduk Indonesia tiap tahunnya mencapai 3,5 juta jiwa. Pertambahan ini dalam dua tahun, sudah lebih besar dari seluruh jumlah penduduk negara Singapura (tahun 2010 sekitar 5 juta jiwa). Setiap bulan, di Indonesia rata-rata bertambah 291.000 jiwa, atau bertambah sekitar 9.700 jiwa setiap harinya. Bila dihitung dalam satuan yang lebih kecil, maka di Indonesia bertambah 404 jiwa setiap jam, atau sekitar 7 jiwa setiap menitnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2010 kemarin melaporkan, jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 119.507.580 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 118.048.783 jiwa. Jumlah ini menjadikan Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat dunia, setelah Cina (sekitar 1,3 milyar jiwa), India (sekitar 1,1 milyar jiwa), dan Amerika Serikat (sekitar 310 juta jiwa). Jumlah penduduk seluruh dunia saat ini mencapai 6,6 milyar jiwa, dimana negara dengan penduduk paling sedikit adalah Montserrat, yang total penduduknya  5.118 jiwa saja.
Provinsi dengan jumlah penduduk laki-laki hampir sama dengan perempuan adalah Aceh dan Sumatera Utara dengan rasio 100 yang artinya jumlah laki-laki dan perempuan hampir sama. Provinsi dengan jumlah laki-laki lebih banyak adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Adapun provinsi dengan penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.
Rasio jumlah penduduk laki-laki dan perempuan terkecil terjadi di provinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah laki-laki sebanyak 2.180.168 jiwa dan perempuannya sebanyak 2.316.687 jiwa. Adapun di Provinsi Papua rasionya paling besar dengan jumlah laki-lakinya 1.510.285 jiwa sedangkan perempuannya sebanyak 1.341.714 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk nasional pada 2010 tercatat sebesar 1,49 persen dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi Papua yaitu 5,45 persen dengan total jumlah penduduk mencapai 2.851.999 jiwa. Laju pertumbuhan terendah terjadi di Jawa Tengah yaitu 0,37 persen dengan jumlah penduduk sebanyak 32.380.687 jiwa.
Setengah lebih penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa (57,49 persen) yang tersebar di Provinsi Jawa Barat terbanyak (18,11 persen), Jawa Timur (15,78 persen), dan Jawa Tengah (13,63 persen).
Mau Kita Apakan Penduduk Yang Besar Ini ?
Problem pertama yang langsung terbayang oleh kita adalah kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam tatanan internasional, kemampuan bangsa Indonesia telah mengukir banyak prestasi yang membanggakan. Temuan-temuan aplikatif teknologi DNA, temuan bibit padi unggul, temuan vector medan laju percepatan gerakan lempeng tektonik, rancang bangun pesawat remotely piloted vehicle, merupakan karya cipta anak bangsa yang mengharumkan dan mengangkat derjat bangsa Indonesia. Penghargaan-penghargaan Fellowship L’Oreal – Unesco for Women in Sicence pada International Exhibition of Invention New Technique and Product dapat meraih medali emas, di bidang fisika tingkat SMA memperoleh The First Step to Nobel Prize. Masih banyak deretan prestasi lainnya.
Namun di sisi yang lain, Human Development Report 2009 yang dibuat United Nations Development Programme (UNDP), dari penelitian terhadap 182 negara, Indonesia masih menunjukkan capaian yang belum menggembirakan. Peringkat Indonesia berada di urutan 111, kalah jauh dari negara-negara tetangga seperti Singapura (urutan 23), Brunei Darussalam (urutan 30), Malaysia (urutan 66), Thailand (urutan 87), dan Philipina (urutan 105).
Kemajuan suatu negara dalam tata kehidupan global diukur dari kualitas SDM negara tersebut. United Nations Development Programme (UNDP) setelah melakukan penelitian di 182 negara mengklasifikasikan negara ke dalam empat kelas, yaitu: negara sangat maju, negara berkembang, dan negara terbelakang.  Indikator yang digunakan dalam mengklasifikasikan kemajuan negara tersebut adalah Human Development Index (HDI) yang meliputi tiga dimensi pembangunan manusia:
Pertama, hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan angka harapan hidup saat kelahiran. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua pertiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross enrollment ratio (bobot sepertiga). Ketiga, standar kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross diomestic product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli (purchasing power parity) dalam dolar AS.
Dengan menggunakan indikator tersebut, HDI menetapkan rangking sebagai berikut. Urutan 1 sampai 38 termasuk negara sangat maju, dimana urutan 1 adalah Norwegia dan urutan 38 adalah Malta. Urutan 39 sampai dengan 83 termasuk negara maju, dimana urutan 39 adalah Bahrein dan urutan 83 adalah Lebanon. Urutan 84 sampai 158 termasuk negara berkembang, dimana urutan 84 adalah Armenia dan urutan 158 adalah Nigeria. Urutan 159 sampai 182 termasuk negara terbelakang, dimana urutan 159 adalah Togo dan urutan 182 adalah Nigeria. Indonesia berada di urutan 111, masuk kategori negara berkembang.
Salah satu fakta mencengangkan lagi di Indonesia, berdasarkan data yang diterima kompas.com dari Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, jumlah anak penyandang masalah kesejahteraan sosial (usia 0-18 tahun) di Indonesia per Desember 2009 mencapai 4.656.913 jiwa atau hampir setara dengan jumlah penduduk negeri jiran, Singapura (data tahun 2009, penduduk Singapura berjumlah 4,75 juta jiwa).
Bertolak dari data di atas, maka dalam meningkatkan kualitas SDM diperlukan kebijakan-kebijakan yang selaras dan terintegrasi di berbagai bidang, baik moral, ideologi, sosial, pendidikan, kesehatan, budaya, politik, ekonomi, untuk mengejar ketertinggalan serta mengangkat harkat dan martabat bangsa. Sumber daya manusia adalah modal utama sebuah bangsa dan negara, juga merupakan faktor dominan dan modal utama untuk mendinamisasi bangsa dan negara dalam mencapai tujuannya. Peningkatan kualitas SDM membawa implikasi terhadap peningkatan kinerja, makin besarnya partisipasi masyarakat terhadap pembangunan, dan makin bertumbuhnya keunggulan kompetitif.
Pada sebuah seminar yang diadakan oleh Pusat Penelitian Teknologi ITB tahun 1992 di Bandung, seorang tenaga ahli dari Korea yang menjadi konsultan IPTN, setelah bertugas di Indonesia dan mengamati keadaan di Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia menghadapi tiga masalah besar dalam pembangunan; masalah besar pertama adalah pendidikan, masalah besar kedua adalah pendidikan, dan masalah besar ketiga adalah pendidikan. Pernyataan tersebut sampai sekarang, 18 tahun sesudahnya, sepertinya masih valid. Kini, membangun, mengembangkan dan memperbaiki pendidikan masih tetap menjadi tantangan besar yang dihadapi bangsa ini.
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang melimpah ruah kekayaan alamnya. Namun harus disadari, bangsa Indonesia tidak bisa menggantungkan harapan kepada kekayaan alam yang ada. Pada suatu hari kandungan minyak bumi yang ada di Indonesia akan habis terkuras. Demikian juga halnya dengan batubara, tembaga, mas, dan sumberdaya alam lain yang sama sekali tidak terbarukan.
Pada saat itu, kalau kualitas manusia dan masyarakat Indonesia masih seperti sekarang ini, dalam arti masih menggantungkan diri dari sumber daya alam, masih jauh tertinggal dari bangsa lain dari tingkat kecerdasan atau penguasaaan ilmu pengetahuan, masih puas dengan semangat kerja yang rendah, maka sudah dapat dipastikan bangsa Indonesia akan menjadi salah satu bangsa yang akan dipandang sebelah mata dalam pergaulan internasional. Bahkan mungkin bisa lebih buruk lagi, bangsa Indonesia akan menjadi salah satu beban besar bagi bangsa-bangsa lain yang hanya bisa menghidupi rakyatnya kalau ada belas kasihan dari bangsa lain.
Apabila pertumbuhan penduduk tetap berjalan seperti sekarang, 15 tahun dari sekarang penduduk Indonesia sudah akan mencapai lebih dari 300 juta orang. Pengalaman selama 35 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak memanfaatkan pendapatan yang berasal dari sumberdaya alam dengan baik, khususnya pendapatan yang besar ini tidak dipakai dengan cepat untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat, khususnya memperbaiki tingkat kecerdasan masyarakat melalui pendidikan dalam arti luas. Kecerdasan masyarakat inilah yang menjadi salah satu sumber utama kesejahteraan masyarakat dalam ekonomi modern, dan kecerdasan ini selalu bisa diperbaharui.
Tiga ratus juta rakyat yang tidak cerdas akan menjadi beban besar, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi masyarakat dunia. Namun 300 juta rakyat yang cerdas akan menjadi sumber kesejahteraan. Jadi, inilah tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia, mengubah beban menjadi sumber kekayaan, membangun masyarakat Indonesia yang siap mengahadapi keadaan yang paling buruk karena sudah habisnya sumberdaya alam.
Waktu yang tersedia sebenarnya tidak banyak. Dalam 25 tahun cadangan minyak bumi Indonesia sudah akan menyusut drastis (untuk tidak mengatakan habis). Kalau Indonesia masih memperlakukan dunia pendidikan seperti di masa lalu untuk 25 tahun yang akan datang, maka Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli rendahan, dan kesempatan untuk menjadi bangsa yang terpandang di dunia nampaknya akan tertutup.
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi antar komponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat. UNESCO merumuskan enam pilar pendidikan yang merupakan dasar-dasar dalam dunia pembelajaran, yaitu:
a.       Learning to Know
Yaitu belajar untuk mengetahui dan menjadi memiliki informasi tentang berbagai hal yang bermanfaat, termasuk memahami makna di balik materi pembelajaran yang diterima.
b. Learning to Do
Yaitu belajar untuk melakukan sesuatu, bukan semata berteori atau retorika. Peserta didik dikembangkan kemampuan aktualisasi potensinya dalam bentuk perbuatan nyata.
c. Learning to Be
Peserta didik diajak belajar menemukan dan memperkuat jati dirinya, tidak mudah hanyut terbawa arus negatif globalisasi. Problem sebagian masyarakat modern adalah kehilangan jati diri, sehingga menjadi korban invasi pemikiran dan budaya asing yang negatif.
d.      Learning to Live Together
Peserta didik diajak hidup bersama orang lain, dalam komunitas, dalam masyarakat, dalam suatu kesetiakawanan sosial. Mengajarkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian, selalu memerlukan orang lain.
e. Learning How to Learn
Masyarakat yang diharapkan muncul adalah learning society atau knowledge society, sehingga peserta didik diajak mengetahui bagaimana terus menjadi pembelajar, tidak hanya di bangku sekolah dan kuliah.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...